Sejarah Mamuju
Penetapan
Hari Jadi Mamuju sebagai salah satu kabupaten di Sulawesi Selatan memakan waktu
yang cukup panjang dan melibatkan banyak tokoh di daerah ini. Kajian sejarah
dan berbagai peristiwa penting melahirkan beberapa versi mangenai waktu yang
paling tepat untuk dijadikan sebagai Hari Jadi Mamuju.
Menyadari
perlunya titik temu pendapat mengenai hari jadi tersebut, HIPERMAJU dan
PERSUKMA bekerjasama dengan Pemerintah Daerah Mamuju melaksanakan seminar, dan
ditetapkan tahun 1540 sebagai Hari Jadi Mamuju. Hasil seminar inilah yang
kemudian ditindaklanjuti oleh Bupati dengan menyusun Rancangan Peraturan Daerah
tentang Hari Jadi Mamuju.
Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Mamuju hasil pemilu 1999 menerima Ranperda
dan setelah melalui pembahasan termasuk dengar pendapat dengan para tokoh
sejarah, budayawan dan tokoh intelektual di daerah ini, dalam sidang paripurna
tanggal 9 Agustus 1999 secara resmi Ranperda tentang Hari Jadi Mamuju disahkan
menjadi Peraturan Daerah Kabupaten Mamuju. Peraturan daerah ini adalah Perda
Nomor 05 Tahun 1999 diundangkan pada Tanggal 10 Agustus 1999 dan dicantumkan
dalam Lembaran Daerah Kabupaten Mamuju Tahun 1999 Nomor 14. Inti dari Perda
tersebut adalah menetapkan TANGGAL 14 JULI 1540 SEBAGAI HARI JADI MAMUJU.
Dalam
penjelasan Peraturan Daerah tersebut diuraikan latar belakang penetapan waktu
Hari Jadi Mamuju dan kesempatan ini dikutip beberapa kalimat butir C
(penjelasan peraturan) sebagai berikut :
“Apabila
dilihat dari sudut yuridis formal, maka Hari Jadi Mamuju akan jatuh pada
tanggal 4 Juli 1959, yaitu saat ditetapkannya Undang- Undang Nomor 29 Tahun
1959 tentang pembentukan Daerah-Daerah Tingkat II di Sulawesi. Namun akal sehat
akan membawa kita untuk tidak terpaku dan terperangkap dalam kelakuan
formalitas yang sempit yang kelak dapat mengaburkan maksud dan tujuan menetakan
Hari Jadi Mamuju itu sendiri”.
Dengan
demikian, Hari Jadi Mamuju akan bermakna dan bernilai moral yang amat mendalam
bukan sekedar formalitas belaka tetapi dapat memberi makna simbolik tentang
harkat, hakekat, citra dan jati diri untuk selanjutnya berperan sebagai wahana
motivasi bagi masyarakat demi melestarikan nilai-nilai budaya dan sejarah
Mamuju.
Ungkapan
Mutiara hikmah nilai budaya dan tradisi masyarakat Mamuju mengatakan: “Todiari
Teppo Dolu, Parallu Nikilalai Sule Wattu Ia Te’e, Laiyalai Mendiari
Peppondonganna Katuoatta’ilalan Era Laittingayoaianna”.
Dari
kutipan diatas tergambar dasar-dasar pemikiran penetapan waktu yang diambil sebagai
Hari Jadi Mamuju dan peristiwa yang menjadi patokan penetapannya adalah
terbentuknya Kerajaan Mamuju dari hasil perpaduan tiga buah kerajaan
Kurri-Kurri, Langgamonar dan Managallang. Selanjutnya, dasar pemikiran dan
pertimbangan penetapan waktu tersebut secara terinci dari tanggal, bulan dan
tahun yang diambil diungkapkan sebagai berikut :
1.
Tanggal 14 (empat belas).
- Angka 14 adalah angka kelipatan dua dari tujuh, yang oleh tradisi Masyarakat Mamuju menyebutnya Penduang Pitu.
- Jumlah hari dalam sebulan bergerak antara 28/29 dan 30/31 hari dengan demikian, posisi tanggal 14 berada pada posisi tengah yang diapit 14/15 hari sebelum dan 15/16 hari sesudahnya.
- Tanggal 14 akan selalu berada pada posisi mendekati kebenaran, karena keseimbangan jumlah hari sebelum dan sesudahnya dalam sebulan.
- Nilai-nilai tradisi yang lekat dengan tanggal 14 adalah perhitungan hari ke-14 dengan posisi bulan situru’ yang berarti mufakat bulan malam ke-14 adalah purnama.
- Angka 14 disimbolkan dengan 14 Distrik Swapraja di Mamuju.
2.
Bulan Juli
a.
Bulan Juli adalah bulan berada pada posisi urutan 7 dari 12 bulan setahun.
Nilai tradisi angka 7 bagi Masyarakat Mamuju dipandang amat sakral penuh makna.
Demikian letaknya angka 7 dengan masyarakat Mamuju di bawah ini terinventarisir
dengan angka 7 sebagai berikut :
1.)
Ada’ Gala’gar Pitu (7 Pemangku Adat)
2.)
Pitu Ba’bana Binanga (7 Kerajaan di pesisir)
3.)
Pitu Ulunna Salu’ (7 Kerajaan di Hulu Sungai)
4.)
Penduang Pitu (14 sebagai kelipatan 2 dari 7)
5.)
Nene Pitullapis (Nenek tujuh turunan)
6.)
Ampo Pitullapis (Cucu tujuh turunan)
7.)
Langi’ Pitussusung (Langit tujuh susun)
8.)
Tanpo Pitullapis (Tanah tujuh lapis)
9.)
Tanete Pituttodong (Gunung tujuh bersusun)
10.)
Tobo Lengkong Pitu (Keris berlekuk tujuh)
11.)
Nambo Pitundappa (Kedalaman tujuh depah)
12.)
Pitu Tokke Pitu Sassa (Tujuh Tokke dan tujuh Cecak)
13.)
Anjoro Pitu (Kelapa 7)
14.)
Belua’ bare pitu (Rambut terbelah tujuh)
15.)
Orang Lanta’ Pitu (Tangga beranak tujuh)
16.)
Mingguling Pempitu Dapurang (Mengelilingi dapur hingga 7 kali)
17.)
Pitumbongi, Pitungallo (7 hari 7 malam)
b.
Bulan Juli adalah bulan saat diundangkannya UU Nomor 29 Tahun 1959 tentang
pembentukan daerah-daerah tingkat II di Sulawesi.
c.
Bulan dengan posisi urutan 7 berada pada posisi tengah yang diapit oleh 6 bulan
sebelumnya dan 6 bulan sesudahnya termasuk bulan Juli itu sendiri dari 12 bulan
dalam setahun.
d.
Dengan bulan Juli akan selalu berada pada posisi tengah yang mendekati
kebenaran karena keseimbangan jumlah bulan sebelum dan sesudahnya dalam
setahun.
e.
Bulan Juli adalah bulan yang berada pada posisi urutan ke-7 dari 12 bulan dalam
setahun.
3.
Tahun 1540
- Tahun 1540 adalah tahun terbentuknya kerajaan Mamuju dari hasil perpaduan dari tiga buah kerajaan di Rante Lisuang Ada’ Kurungan Bassi, yakni Kurri-Kurri, Langgamonar dan Managgallangoleh Pue Tunileo.
- Tahun 1540 didasarkan atas pemikiran dan fakta sejarah bahwa pada tahun tersebut, tercatat dalam sejarah Pelabuhan Kurri-Kurri sebagai pelabuhan Internasional yang telah menjadi persinggahan Portugis mambawa barang komuditas pada rute Karajaan Siang di Pangkaje’ne sebelum Gowa dan Manado Tua (Sulawesi Utara).
- Tahun 1540 adalah tahun kesepakatan sebagai kesimpulan hasil seminar Hari Jadi Mamuju yang diselenggarakan oleh Hipermaju dan Persukma Makassar, berkerja sama dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Mamuju.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar